Tiada yang lebih menyenangkan dari menghilangkan kegalauan dengan Traveling. Begitu pula denganku saat itu. Sebagai obat untuk menghilangkan kegalauanku, aku memutuskan untuk Solo Trip ke Solo. Lhah, kalau galau kok malah solo trip sih? Ya justru itulah blog ini dibuat.
Galau dan Traveling itu tak bisa dipisahkan
Sejatinya keinginan untuk berjalan-jalan ke Solo ini sudah lama muncul dalam benak. Keinginan untuk mengunjungi Taman Sriwedari yang diabadikan oleh Maliq and D’Essential menjadi sebuah album, makan tengkleng di Pasar Klewer, dan juga mengunjungi Keraton Kasunanan Surakarta.
Karena berjalan seorang diri, aku mempersiapkan beberapa senjata seperti meminjam kamera Didit hingga mencetak peta kota Solo.
Hari Rabu, aku berencana untuk mengunjungi kota Solo di hari Rabu. Namun apa daya, badan ini tak bisa diajak kompromi. Aku baru bangun tidur dan benar-benar bangun sekitar jam 9 pagi. Sudah terlalu siang dari rencana semula. Aku pun membatalkan rencanaku hari itu dan menundanya di hari yang lain.
Selepas menonton acara Indonesian Idol di RCTI, aku segera tidur. Keesokan harinya, hari Sabtu selepas sholat subuh aku memutuskan untuk tidak tidur seperti biasanya dan berangkat menuju Stasiun Yogyakarta (biasanya dikenal sebagai stasun Tugu) untuk memesan tiket kereta yang akan membawaku ke Solo tepat sesuai aturan bahwa tiket kereta lokal baru dijual 2 jam sebelum keberangkatan.
Setibanya aku di Stasiun Yogyakarta, aku segera menuju ke loket dan memesan tiket. Namun aneh, ternyata tiket belum dijual. Mungkin aku datang terlalu cepat. Setelah waktu yang dijanjikan oleh petugas loket, aku pun memesan tiket namun keanehan kembali muncul, ternyata aku mendapat tiket tanpa tempat duduk alias berdiri padahal tidak ada yang mengantri sebelum aku dan tiket baru saja dibuka. “Ah, mungkin memang metodenya nanti siapa cepat dia dapat.” begitu pikirku. Begitu mendapat tiket, aku segera pulang kembali ke kost untuk mandi. Ya kali, emang sih biasanya kalau Sabtu aku jarang mandi, tapi ini kan mau ke Solo. Entar kalau ketemu sama bidadari terus diajakin kenalan, terus diajakin pacaran, gimana?



Jam 09.00 kereta berangkat.
Di perjalanan aku benar-benar tak mendapat tempat duduk. Penuh. Aneh, padahal tiket baru dijual sekitar jam 7, aku sudah tak mendapat tempat duduk. hmmm. Aku duduk di pangkuan kamu aja apa gimana ya? eh, balik balik. fokus.
tiba-tiba ponsel berbunyi.
Ada pesan masuk dari Intan, isinya tentang acara nikahan Hendrik. Sial men, aku lupa kalau hari ini saudara seperjuanganku OSIS menikah. Yah, mau bagaimana lagi. Aku lupa, di samping itu aku tak punya cukup uang untuk pulang, ditambah lagi aku baru saja pulang kurang dari 2 minggu, kalau aku pulang lagi bisa dimarahi orang tua disangka menghambur-hamburkan uang.
Ya, aku menitipkan salam saja deh. Selamat menikah Hendrik Furqon. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Back to the trip
Tak terasa aku telah tiba di stasiun Purwosari. Saatnya turun. Pengennya sih check-in dulu di foursqare terus share ke Twitter gitu biar kayak anak-anak gaul. Tapi sayangnya ponsel tak mensupport hal itu, iya lah. Ya semoga ada provider ponsel setelah baca postingan ini kemudian memberikan salah satu ponsel terbaiknya. *ngarep*
Laper cuy, makan dulu bekal yang sudah dibeli dari Stasiun Tugu, roti andalan, roti O. Udah kenyang? Tentu belum, tapi entah bagaimana caranya aku justru malah sakit perut. Mendadak di waktu itu aku segera menuju ke toilet yang ternyata toiletnya cukup bersih untuk stasiun yang hanya sedikit kereta berhenti di sini. Sangat ironis sekali dibandingkan dengan toilet-toilet di stasiun di daerah Jakarta yang bahkan mau masuk saja ogah.
10 menit, 20 menit, dan hampir 30 menit mengurung diri di toilet stasiun sambil merenung. Begitu keluar ternyata stasiun ini mulai ramai oleh calon penumpang yang akan naik kereta lokal. Ada beberapa cewek yang cukup cantik sih, tapi mau difoto juga nggak enak, bawa kamera yang tidak kecil, jadi mungkin habis ini ada perusahaan kamera yang mau mensponsori saya? Kalau bisa sih produknya yang semi-DSLR aja sih. *ngarep tahap 2*
Akhirnya aku keluar dan menuju jalan Slamet Riyadi, salah satu jalan utama di Kota Solo ini. Begitu sampai di luar, WOW!! Kota ini bersih. Aku segera menuju tujuan pertamaku, Taman Sriwedari. Berbekal peta kota Solo dan air minum aku menyusuri sepinya jalan Slamet Riyadi yang rindang. Trotoar yang tertata rapi, terdapat kursi-kursi taman, ada beberapa tanaman perindang (tanaman yang menjalar dan menutupi bagian kepala) di sepanjang Jalan Slamet Riyadi membuatku betah untuk berjalan kaki di sini. Tidak panas. Mungkin seharusnya pemerintah di kota-kota lain bisa meniru Kota Solo ini, terutama Pemkot Yogyakarta dengan Jalan Malioboronya itu.
Tiba di sebuah persimpangan, aku galau. Menurut peta, seharusnya Taman Sriwedari sudah di dekat sini, oke aku ambil jalan ke kanan, karena yang kanan itu baik. Namun ternyata aku salah. Iya aku memang salah, dan aku memang selalu salah. Jalan yang seharusnya aku tempuh adalah jalan lurus saja. Tapi, bukankah ini yang asyik. Nyasar!! Jalan-jalan itu nggak asyik kalau nggak nyasar!!
Aku tetap melanjutkan perjalanan menyusuri jalanan yang sama sekali tak terbayangkan sebelumnya. Pantang mundur dan pantang berbalik arah, aku nggak mau kembali ke masa lalu. Lagian kalau balik arah, sudah ada pokemon liar yang siap menyerang.
Setelah menyusuri jalan, aku akhirnya bisa kembali ke jalur utama. Jalan Slamet Riyadi yang rindang. Ya mau gimana, nyasar pun tetap nyaman karena emang jalannya juga rindang sih. Dengan tersasarnya aku tadi otomatis aku gagal main ke Taman Sriwedari. Hiks.



Ya udah, perjalanan tetap berlanjut. Waktu semakin siang, aku menyusuri jalan Slamet Riyadi dan akhirnya sampai di Masjid Ageng Kasunanan. Sedikit beristirahat dan menjalankan kewajiban, sholat dhuhur. Cuaca yang memang mendung saat itu berubah menjadi rintik hujan. Wah, jangan hujan dong. Ya tapi manusia hanya bisa berkehendak, Tuhan yang menentukan. Solo siang itu diguyur hujan gerimis.
Aku tetap saja menerjang rintik-rintik hujan dan menuju Keraton Solo. Bayangan sebuah bangunan, museum yang megah seperti Keraton Yogyakarta menyelimuti benak ini. Setelah membayar untuk biaya masuk, pengunjung diharuskan memutar untuk menuju pintu masuk Keraton. Kesanku? Lho ternyata kok biasa aja sih justru terkesan sepi. Tidak seperti saudaranya, Keraton Yogyakarta. Apa mungkin karena habis hujan? Hmmm.. Bisa jadi.
Aku mulai menjelajahi seluk beluk dalam Keraton. Dan menurutku pribadi sih, bahkan abdi dalem atau mungkin aku lebih suka menyebutnya petugas dan guide yang ada di sana kurang ramah dibanding dengan Keraton Yogyakarta. Kok daritadi selalu membanding-bandingkan sih, hmm… ya demi kebaikan sih. Mungkin ke depannya bisa dibuatkan semacam kegiatan atau promosi yang lebih gencar, diikuti dengan peningkatan SDM.
Puas menjelajah museum Keraton Kasunanan Surakarta, perut mulai terasa lapar. Baru sadar ternyata seharian aku belum makan, hanya sepotong roti bulat yang masuk ke dalam perutku. Aku berjalan keluar, menuju ke arah jalan Slamet Riyadi dan berbelok ke depan Pasar Grosir. Di sana kulihat ada beragam warung makan yang cukup menggodaku. Akhirnya aku lahap semangkok mie (tanpa mangkoknya tentunya) dan segelas es teh.
Makanan habis, bingung mau kemana sambil menunggu festival kuliner yang katanya diadakan setiap hari Sabtu di sepanjang Jalan Slamet Riyadi mulai jam 16.00 WIB. Karena waktu juga masih cukup lama, namun sayangnya tubuh juga sedikit kurang fit aku memutuskan untuk pulang saja ke Yogyakarta. Jalan kaki tentunya menyusuri jalan Slamet Riyadi dan menuju Stasiun Solo Balapan.
Suatu saat nanti, aku akan kembali lagi ke Solo dalam keadaan yang lebih bugar. Menjelajah Jalan Slamet Riyadi yang sangat nyaman untuk pejalan kaki dan menuntaskan segala keinginanku ke Taman Sriwedari, Tawangmangu, atau juga Taman Balekambang.







ahhh jadi kangen solo… 4 tahun saya hidup di kota ini….
hehehe, saya kebetulan aja main ke Solo mas 😀
hari minggu kemaren juga ada Solo Batik Carnival, tapi sayang gak bisa ke sana 🙁
“Galau dan Traveling itu tak bisa dipisahkan” <~ setuju banget! awal mula ketagihan traveling dulu itu gara – gara galau… 😐 eh, btw itu kereta sriwedari ternyata interiornya keceh abis ya. baru ngeh ke solo ada yang kyak gitu, beda banget sama pramex 😀
yoih mas, tapi sayangnya sepur itu udah gak operasi di jogja-solo lagi 🙁
jadi cuma sriwedari yang biasa 🙁
hahaha. jalan2 karena galau. eh pas di jalan gak malah ilang, malah bikin galau 😐
Halah 😐 serius udah enggak ada lagi? padahal mau cobain lho -,-
hehehe, udah dipindah tugaskan, #halah
disuruh narik semarang – cepu sekarang 😀
Galau dan Traveling itu tak bisa dipisahkan..Kejadian waktu sehabis pulang dari Rammang Rammang di Maros Makassar, sore itu mobil melewati bukit karst yang semakin lama semakin kecil dan menjadi padang rumput yang kering. Aku tengok ke kiri jalan nampak rembulan di ufuk timur yang sebentar lagi akan naik dan di sebelah kiri di ufuk barat matahari yang sudah nampak lelah redup sinarnya mau tenggelam. Sedih banget suasana ini klo bisa di rekam ulang..karena…”Bulan aja bisa bersanding dengan matahari, nah kita????” Kami berlima team bacpacker kali itu #sesegukan di jok masing-masing… >.<
nah, gini ini bener. ini maksud saya. hahahaha
galau mah paling enak buat jalan-jalan, eh tapi kalo pas traveling ketemu yang lagi bermesraan. malah bikin galau. 😀
“KALAU MENURUT KAMU GIMANA?”
Menurut saya, jangan galau terus ya Mas, biar gak gagal fokus lagi dan kebablasan Sriwedarinya haha 😀
hahaha kayaknya iya mas, itu gara2 ngelamun 😀
Tuh kaaaan, bahaya -_-“
hehehe ya gitu deh mas :p
Budget sampai berapa kak backpacker ke solo? dalam waktu dekat keknya bakal meluncur ni
murah kok, kayaknya sehari nggak sampai 50rb. bergantung orangnya 🙂
sudah pernah menginjakkan kaki di solo ternyata mas..masih galau mas? salam kenal ya
wkwk sudah mas 😀
salam kenal juga mas 🙂
menarik artikel nya, salam kenal dari jakarta, boleh berkunjung ke blog saya https://ranselkamera.wordpress.com/ , kalo mao berkunjung ke jkt saya siap menemani
salam
wah makasih udah berkunjung kak 😀
sipp nanti dikabari aja hehe
Persis sekali sama rute saya pas pertama kalinya ke Solo. Bedanya saya bertiga sih 🙂
Terus setelah itu jadi ketagihan mlipir ke Solo. Sejuk gitu ya jalan slamet riyadi 🙂
Hmm soal kraton, saya juga sempet mikir, kok sepi banget bahkan di pojok-pojoknya terlihat nggak terawat :’)
yess. kayaknya emang nggak kayak sodaranya di Jogja yang terawat.
ahahaha slamet riyadi adala kunci emang mbak 😀
sha juga awal tahun 2015 pernah ke solo sendirian naik kereta dari jakarta 😀 ke daerah slamet riyadi juga.
btw, kereta lokal di jawa kok bagus2 yaaa. takjub dah ada kereta sebagus itu di tahun 2014
kereta lokal Solo-Jogja-Kutoarjo, Kak. Kalo di Jawa secara keseluruhan ya ada yg biasa aja kok. 🙂
sayangnya itu kereta sudah nggak ada lagi. sudah dipindah dinas ke daerah semarang sana hehe