Tahun 2015 aku awali dengan sedikit kurang menyenangkan. Kenapa? Karena sehari sebelumnya aku mendadak sakit. Bahkan sampai nggak nafsu makan meskipun itu sedang ditraktir sama Hardi di sebuah rumah makan cukup mewah. Nah aneh kan? Padahal menurut teman-temanku, aku termasuk tukang sapu bersih alias yang bagian ngabisin makanan. Nggak tau kenapa, mungkin kecapekan aja. Capek nunggu kepastian darinya. Disuruh jalanin aja dulu terus.
Malam tahun baru aku lewati hanya dengan tidur saja sambil sesekali ke kamar kecil untuk buang air kecil atau sekedar terbangun karena suara kembang api yang dinyalakan oleh tetangga kontrakan.

Di pagi harinya, tanggal 1 Januari 2015 aku bahkan belum sepenuhnya fit, memaksakan diri untuk menelan sarapan meski lidah masih terasa pahit. Dengan kondisi yang kurang fit ini, Hardi malah ngajak ke Kalibiru. Wah kalau ini aku nolak deh, belum cukup kuat meski ke sananya bisa naik motor.
Selepas dhuhur entah apa yang menggerakkan aku untuk mencari informasi tentang Candi Abang. Sebenernya sudah sejak beberapa bulan yang lalu aku pengen ke tempat ini, salah satunya berkat postingan ini, ini, dan ini, eh jadinya salah tiga bukan salah satu yak, wah berarti cuma dapat nilai tujuh dong.
Selesai mencari-cari informasi tentang Candi Abang hingga rute dan saat terbaik menikmati, aku justru memilih tidur siang. Alasannya sih karena aku kurang fit dan karena musim hujan maka kecil kemungkinan melihat suasana matahari terbenam dengan jelas. Bisa jadi hujan atau minimal tertutup awan. “Ya sudah, pokoknya lihat nanti deh, kalau ashar cuaca masih cukup cerah aku berangkat. Naik sepeda ah, biar berkeringat terus penyakitnya juga hilang.” Aku pun lanjut untuk tidur.

Adzan ashar berkumandang, dari masjid dekat kontrakan aku bisa melihat jelas awan yang kemungkinan akan menutupi matahari terbenam. Tapi karena cuaca sedang cukup cerah, meski berawan, aku membulatkan tekadku untuk bersepeda ke Candi Abang. Ya, bersepeda bung.
Jam 4 kurang seperempat aku meluncur menggunakan sepeda Tamyiz. Tak langsung ke Candi Abang, aku pergi dulu ke kost mengambil beberapa perlengkapan seperti sarung dan botol air minum. Aku memperkirakan bakal sholat maghrib di masjid di tengah perjalanan.
Bersepeda di kota itu tidak mudah
Dari kost di daerah Pogung, aku meluncur melalui kampus menuju ke Jalan Kusumanegara melalui Lempuyangan. Dari Jalan Kusumanegara, berbelok kiri, ke arah Kebun Binatang Gembira Loka dan terus sampai ke JEC dan ringroad timur. Menyeberangi ringroad timur menuju ke arah Berbah melewati STTA Adisucipto, belakang Bandara Adisucipto, hingga AAU.
Sampai di Berbah yang jauh dari hingar-bingar kota, aku merasa seperti di sebuah kecamatan yang jauh dari hingar-bingar kota. Mulai banyak sawah di sini. Jalanan pun menjadi lebih sempit dan lebih sepi.
Banyak perbedaan yang aku rasakan selain jalanan yang sepi jika dibandingkan dengan jalanan di kota. Aku merasakan ternyata bersepeda di dalam kota itu jauh lebih susah atau bisa dikatakan tidak mudah. Yang pertama, jalur sepeda yang dipakai untuk parkir mobil atau motor sehingga pesepeda harus sedikit ke tengah padahal kendaraan melaju cukup kencang. Yang kedua adalah kurang disiplinnya pengguna jalan, contohnya ruang tunggu sepeda di dekat lampu APILL (sebut saja lampu merah atau bangjo) malah dipakai buat motor atau yang lebih parah lagi ada yang nerobos lampu merah padahal masih 30 detik.
Kecelakaan itu terjadi belum tentu karena kita yang tak disiplin, bisa jadi karena pihak lain yang tak disiplin
Senja pertama 2015, Candi Abang
Setelah melalui perjalanan yang cukup jauh, cukup membuat kaki-kaki ini linu, tubuh pun berkeringat, akhirnya aku berhasil menginjakkan kaki di Candi Abang. Mungkin kalau kalian ke sini, kalian akan bingung. Yang mana sih candinya? Kok cuma ada bukit. Ya itulah candinya. Menurut informasi yang aku dapat dari baca-baca di internet (internet nggak cuma buat FB gaes) disebut Candi Abang karena terbuat dari batu bata bukan batu andesit seperti candi yang lain. Nah karena terbuat dari batu bata inilah menjadi gampang sekali untuk menjadi tanah dan sekarang menjadi gundukan. Jika kita naik masih terlihat kok sisa-sisa batu-batanya. Sisanya bisa dibaca lengkap di sini ya.

Untuk menuju ke candi, kita masih harus berjalan sekitar 100 meter dari tempat parkir yang masih dikelola oleh warga. Namun karena aku naik sepeda, aku bebas parkir dan boleh di bawa sampai ke lingkungan candi.
Di atas bukit, sudah berkumpul banyak manusia yang tampaknya juga akan mengabadikan senja pertama tahun 2015. Mereka datang bersama kawan-kawan, pacar, atau keluarga. Tak ada lagi yang seperti aku, dari Jogja udah sendirian, naik sepeda pula.

Di atas bukit ini pemandangannya luar biasa, kita bisa melihat kota Jogja di sebelah barat, Gunung Merapi di sebelah utara, di sebelah timur dan selatan anda bisa melihat perbukitan yang kita kenal dengan Gunung Kidul.
Senja memang membuat suasana yang syahdu sekaligus romantis, menghabiskan waktu bersama keluarga di sore hari atau dengan kekasih memang sangat menyenangkan. Apalagi jika menikmati saat-saat matahari terbenam seperti ini.
Seperti saat aku ke sana, ada sepasang muda-mudi yang sedang menikmati indahnya sore. Aku mengambil beberapa foto mereka untuk kuabadikan.
“Maaf, mas. Tadi saya ngambil beberapa fotonya mas sama mbaknya. Boleh kah?” Tanyaku
“Oh nggak apa-apa kok mas.” Jawab sang pemuda.
“Di-upload juga nggak apa-apa mas?” Aku tanya kembali sambil meringis
“Oh, nggak apa-apa kok mas.” Jawab sang pemuda itu kembali.
Aku, meski sendirian tetap menikmati semilir angin, melepas lelah setelah mengayuh sepeda sejauh 17 km, melihat hijaunya daun agar mata kembali segar dan tentunya menikmati saat-saat romantis itu berharap suatu saat kau ada di sini, menikmati saat-saat seperti ini. Bersamaku.

Tak hanya hati, tapi kaki ini juga lelah
Adzan maghrib berkumandang, tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 6 sore padahal aku berencana keluar dari tempat ini sebelum maghrib agar bisa menunaikan sholat maghrib di masjid di kota saja melihat kondisi jalanan yang sepi dan minim penerangan.
Baca juga: Aku Jatuh Cinta Padamu, Pantai Sundak
Aku segera menuntun sepedaku turun hingga tempat parkir tadi. Dari sini aku mulai mengayuh sepedaku. Sial, kakiku sakit. Mungkin sudah lelah. Aku tetap paksakan mengayuh sepeda. Baiklah pelan-pelan saja, tak perlu buru-buru yang penting sampai.

Emang dasar sudah lama nggak berolahraga jadinya kakinya sakit, menjalar sampai pinggang. Tapi yang paling sakit itu di pantat. Dudukan sepedanya tipis, keras. Jalanan juga hampir tak ada bonus turunan, datar-datar saja kayak hubungan kamu sama pacarmu itu.
Aku menunaikan sholat maghrib sekaligus beristirahat sejenak di masjid di lingkungan Rumah Sakit AU Hardjolukito setelah beberapa saat sebelumnya membetulkan rantai sepeda yang selip.
Perjalanan kembali kulanjutkan hingga tiba di kost dan berganti motor ke kontrakan. Gimana rasanya bersepeda sejauh 34 km untuk kali pertama? Kaki ngilu, pundak capek, pantat sakit.
Tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senja di Candi Abang. Yak aku bohong, semua terbayarkan dengan beristirahat.
Selamat Tahun 2015!!

*rute ke Candi Abang, dimulai dari Perempatan Blok O. Perempatan blok O itu perempatan pertama setelah Fly Over Janti. Atau kalau dari JEC (Jogja Expo Center) itu perempatan yang ketemu sama ring road.
– Dari perempatan blok O, ambil arah Berbah (ke timur).
– Ikuti jalan itu terus, maka akan melewati STTA, Paskhas, dan AAU Jogja
– Masih lurus terus, nanti masuk ke ibu kota kecamatan Berbah.
– Dari situ masih ikutin jalan aja pokoknya, gak usah galau.
– Kalau bener, Candi Abangnya udah keliatan kok. Nanti di puncak biasanya udah ada beberapa orang.
– Nah, kalau Candi Abang udah keliatan, belok kanan setelah perempatan yang di pojoknya ada penjual bakso.
– Setelah belok kanan, tinggal ikuti jalan. Sampai ada plang arah ke Candi Abang.
Bingung dengan penjelasan ini? Bisa lihat peta rute tempuhku di bawah ini, atau paling gampang ya tanya warga. Dari Berbah itu warganya sudah ngerti kok. Malu bertanya sesat di jalan kan?

masi penasaran banget sama candi abang. agendain ke situ ah
ke sini mbaaakk, wajib inih.
😀
wah artikel lawasku di-share 😀
jadi kelingan jamanku KKN dulu, waktu itu candi Abang masih sepi bingits
Aku salut sama usahamu mau nyepeda ke sana. Ya mungkin krn kamu lagi sakit dan mungkin juga karena sepedanya nggak pas jadinya malah “menderita”, hahaha. Tapi yakin deh, kalau udah terbiasa nyepeda, nyepeda dari Pogung ke Candi Abang itu nggak terlalu capek kok. 😉
kayaknya karena udah lama gak nyepeda mas plus dudukannya emang tipis, kalo sakit sih bukan halangan 😀
soalnya kalo diingat-ingat lagi, sebenernya nggak jauh emang 😀
keren lant… >.<
ngoahahaha aku emang keren njar
menurut aku sih di candi abang nggak perlu ada jalur kereta gantung.
kasihan buat orang-orang kayak kamu, digantungin emang nggak enak kan.. #laahh
apeeeu mbaaak -_____-“
tuh kan jadi galau bacanya 🙁 tapi sunsetnya kece~ :3 sepedaan kesana lagi yok~ aku mau ikut~ dah lama ga sepedaan xixixi
ayook maass, entar aku cari pinjeman sepeda yang lain yang dudukan sepedanya lebih empuk :3
Selalu bahagia kalau melihat perubahan akses menuju Candi Abang yang sekarang sudah beraspal (walau bayar parkir). Sering aku kalau sore sengaja gowes kesini dan melihat senja 🙂
ahaha, tapi kalo gowes dibawa ke atas gak apa2 mas. masih free 😀
senja-nya emang syahdu di sini. tapi mau nyobain yang di Candi Ijo jugak 😀
What a splendid sunset. Selama ini saya menyangka kalau sunset terbaik itu cuma ada di pesisir, tapi dari atas bukit pun bagus juga ternyata.
Selamat tahun baru!
hehehe sesekali coba di ketinggian juga bagus kok 🙂
Selamat Tahun Baru juga 🙂
Jadi kamu jomblo ??? dari jogja sendirian mau bunuh diri #LemparKancut hahahaha
iya mas cum, :’)
belum nemu cewek yg pas di kancut, eh di hati maksudnya
Jadi mau di cocokin dulu kancut mu ama kancut dia ??? kalo pas baru di jadiin pacar ??? hahahah
iya, kalo beda berarti kan lawan jenis #MalahBahasKancut
Touring edisi depan mau ke jogja, semoga bisa mapir ke sini. Btw, jadi terinspirasi bikin blog travelling juga.
hahaaha yo semoga pam 🙂
bikin aee
huaaa… fotonya keren2 banget mas…
aku malah baru ngeh ni ada candi abang (kemana aja yah) 😉
aku juga baru tau dari mas-mas yg linknya aku backlink tadi 😀
wah makasiih
Ya elah, mbloo. Kasian amat ke Candi Abang sendirian, mblooo. Nggak sekalian gelindingan di sana? #laluditendang
Candi Abang ini menarik. Wujudnya nggak kayak candi pada umumnya, tapi malah kayak bukit Teletubbies. Coba pas bagian percakapan itu kamu lebay-in, pasti kocak 😀
hehehe itu real convo kok :p
mau gelindingan lhoh tapi ramee -_-
*kenalan*
Saya adalah pengagum fajar dan senja, jadi next time temani saya berburu senja di sana yaa. Foto-foto senja di Candi Abang di artikel ini sadis!
oh pengagum fajar dan senja ya mas. salam kenal, kalo aku pengagum wanita-wanita cantik yang mau sama aku. :3
eh sama wisata dan makan gratis sih 😀
HUahaha, yuk ah jangan ninggalin Jogja dulu tapi :3
wkwkw wah mas ternyata nasib pejalan adalah sendiri dan tanpa henti heheh….sabar ya mas…suka romantsinya kapan” ajak saya jalan ya mas tseeehh lempar sendal bang cumiy sm mas wijna haha deehh
hahaha boleh boleh mas angkid 😀
Candi Abang dengan nuansa foto yang abang juga.
Baca komennya Cumi, muka ikutan abang juga. 😀
Jempol deh. 🙂
@nuzululpunya
hahha ya begitu mas cumi emang duta kancut indonesia :p
Candi Abang ini apakah ada bentuk candinya?
kalo candi dalam bentuk candi nggak ada mas Farchan, udah ketutup dan jadi bukit itu 😀
keren bgt mas, boleh tuh di agendain :3
http://cafevixion.blogspot.com/2015/03/pesona-air-terjun-kedung-kandang.html
hahaha yuk cus diagendakan ke sini 🙂
lama ga main ke candi ini..
sudah rame banget kalau wiken xixixi..
wah iya lama juga aku nggak ke candi :((
Udah sering kesitu gan tapi nggak pernah bosen
hehehe
N sekarang udah ada warung n parkirannya
iya kita harus parkir dulu terus jalan kaki. kalo warung, aku baru tau hehehe.