Bagi sebagian orang, bangun pagi apalagi melihat matahari terbit itu menjadi kesulitan tersendiri.Berbeda dengan suasana matahari terbenam yang relatif lebih manusiawi. Beberapa waktu yang lalu, aku pernah bertemu dengan kak Mumun. Dia berkata, “Matahari terbit adalah saat kamu bangun tidur dan membuka mata dan menatap matahari tak peduli kapanpun itu.” Begitupun aku, bagiku bangun jam 3 pagi itu bisa dikatakan sebuah mitos.
Memasuki masa libur akhir tahun 2015, Yogyakarta dipenuhi banyak wisatawan baik wisatawan asing maupun lokal. Untuk mengantisipasi hal tersebut, aku memilih untuk pergi ketika semua orang sedang tertidur lelap.
Jam setengah 3 pagi, ponselku berdering. Suara seorang gadis membangunkan tidurku. Kami memang telah memiliki janji untuk pergi ke Kebun Buah Mangunan dan melihat matahari terbit di sana.
Sempat melanjutkan tidur selama beberapa menit, aku bangun untuk mencuci muka dan meluncur membelah Yogyakarta dini hari itu, menjemput Rini di kostnya. Yogyakarta saat itu tidak terlalu dingin. Kami sempat mampir ke sebuah minimarket kemudian melajukan sepeda motor mengarah ke Jalan Imogiri Timur melalui terminal Giwangan.
Jalan Imogiri Timur, jalanan yang terkenal banyak penjual Sate Klathak, saat itu sangat sepi. Bahkan hampir sepanjang jalan sepertinya hanya aku dan Rini saja yang melewati jalanan tersebut dengan kecepatan sekitar 60 km/jam. Mulanya aku berencana untuk berhenti dan sholat subuh di Polsek Imogiri. Namun waktu masih jauh dari subuh, kamipun langsung menuju ke arah Dlingo.
Jalanan ke arah Dlingo jauh lebih sepi daripada Jalan Imogiri Timur. Jalan Imogiri – Dlingo didominasi oleh banyak tikungan dengan kanan kiri berupa hutan dan tebing yang minim penerangan jalan. Melewati jalan Imogiri – Dlingo kecepatan motor tak juga aku turunkan masih disekitaran 60 km/jam. Sampai di pertigaan Mangunan, aku membelokkan motor ke arah Kebun Buah Mangunan.
Tiba di pintu gerbang depan Kebun Buah Mangunan tak ada orang lain lagi selain aku dan Rini, pintu gerbang pun masih digembok. Dari Yogyakarta ke Kebun Buah Mangunan biasanya aku tempuh dalam waktu 1 jam tapi kali ini aku bisa mencapai lokasi hanya dalam waktu 45 menit. Ngebut banget ya. Iya, kayak kalau mau ke rumah gebetan gitu deh meski belum tentu nanti jadian.
Tak lama kemudian terlihat sorot lampu motor menuju ke arah kami, bertambahlah personel penunggu pintu gerbang Kebun Buah Mangunan terbuka. Menyusul kemudian semakin banyak pula orang yang datang tapi pintu gerbang tak juga dibuka oleh petugas. Pintu gerbangnya sama kayak pintu hati kamu, nggak juga dibuka.
Jam 4 pagi lewat beberapa menit, seorang petugas menuju pintu gerbang. Akhirnya pintu gerbangnya dibuka, pengunjung diharuskan membayar tiket masuk sebesar Rp 5.000 untuk memasuki kawasan Kebun Buah Mangunan.
Waktu sudah memasuki subuh, aku menuju ke musholla untuk menunaikan ibadah sholat subuh sambil sejenak beristirahat setelah semalam kurang tidur. Dari musholla, kami melanjutkan perjalanan menuju ke gardu pandang. Aku sedikit mengalami kesulitan karena kurangnya lampu penerangan yang membuatku bingung untuk menuju ke gardu pandang meski aku sudah pernah ke sini sebelumnya, tapi itu dalam keadaan siang dan jalanan jelas sementara sekarang aku masih fajar di saat jalanan gelap.
Baca juga: 5 Tips Traveling di Musim Hujan
Untungnya perasaan membawaku ke jalan yang benar. Kami kemudian memarkir kendaraan di dekat gardu pandang. Cahaya merah sudah mulai nampak di ufuk timur. Suasana gardu pandang sudah mulai ramai pengunjung, padahal itu masih belum jam 5 pagi. Banyak juga yang rela memangkas waktu tidurnya untuk menikmati munculnya matahari terbit di sini.
Memang tidak salah jika banyak orang memilih untuk mengurangi waktu tidur dan menyaksikan matahari terbit di sini. Cahaya merah di ujung cakrawala sebelah timur dipadukan dengan awan-awan membuat kita serasa berada di negeri atas awan!
Waktu semakin beranjak. Tampak sang matahari terbangun dari tidurnya dan sedikit demi sedikit mulai menyapa pengunjung dengan warna merahnya yang mempesona tanpa mengusir awan-awan. Sisa-sisa suasana matahari terbit pun masih bisa dinikmati.
Seiring bertambahnya waktu, pengunjung pun semakin ramai berdatangan. Kami pun akhirnya meninggalkan lokasi, berpindah ke lokasi lain, dan menikmati sepiring lontong sayur untuk sarapan pagi. Pagi yang sempurna untuk menikmati libur akhir tahun.
Pengen bgt kyk gini..mangunan bukannya yg alas karet itu ya kak
alas karet gimana maksudnya kak 😐
Hutan mangunan ada kan
oh iya ada juga, ada hutan pinus mangunan juga. hehehe
deket kok itu sama kebun buah mangunannya 😀
Pinus ya bukan karet..mksd saya itu hehehe..maap salah 😀
ya namanya juga cowok, karena yang selalu benar kan cuma cewek :”D
Aku juga pingin gitu tapi sunrisenya yang siluet berduak on frame wkwk *nunggu partner*
Apikk mas semoga semakin radjin posting yeaaahh
wah, nunggu partner jauh lebih susah daripada jalan ke Mangunan mbak.
btw, makasih 🙂
keren tempatnya.. 🙂
Oh jadi tempatnya keren terus orangnya nggak keren gitu? Emang iya sih 🙁 *lah
Hahaha.. bisa diagendakan kalau ke Jogja 🙂
iyaa siip mas
Lan, ke sana ndak bisa naik angkutan umum? :/
wah, sayangnya nggak bisa. harus naik motor kak 🙁
fotonya sedap bangeeeet!
ajakin ke sini donk kalo aku ke Jogja
siaaaappppp *nungguin dikabarin mbak Dita ke Jogja*
Namanya Rini? Hahhaa. Coi, ayok kita berburu sunset di Candi Ijo. Rabu nih. mau ga? Aku sama anak2 S2 sih.. Cuma beberapa doang
hahaha pada kepo yak, duh aku absen sek lah 🙁
Wuih….perlu arahan suhu untuk kesana kayaknya.bersedia kah suhu?hehe
siap bu. untuk ibu guru sih selalu siap dibantu 😀
Weleh ciamik tenan sunrise Lan! :))
Aku ndhisik nang Bantul mung nang Lepo karo Pulosari thok hahaha.
berarti next time rif 😀
Pintu gerbang memang sudah dibuka dini hari atau dibuka karena banyak yang ngantri? Tampak menarik nih buat referensi next trip, hehehe. Thanks yo 🙂
gerbangnya dibuka sekitar jam 4 pagi mas. 😀
Pertama ke Mangunan tahun 2010. Sekarang tampak ramai betul. 🙂
Syukurlah waktu itu cuma sendiri, sepi dan puas menikmati areanya.
wah. pas 2010 berarti bisa menikmati suasana sepuas hati ya mas? 😀
Eh, mangunan ._. hits juga ya ini di Jogja ._. Aku orang jogja yang blas nggak ngerti wisata ini mas -_- tuntun aku. Tuntun aku :’
jangan kak, nanti kamu ikutan galau 🙁
Aaaaaah, sediiiiiiiiih wkwkkw
awww… sunrise….
fotonya kece
*mata lope2*
aaaww makasih kak
Wah dekat rumahku itu kebun buah mangunan. Kalau musim panas biasanya bagus, air sungai di bawah gardu pandang keliatan jernih bgt 😀
Salam kenal, sukses selalu 🙂
waaahh iyaaaa sunrisenya kalo pas musim kemarau pasti makin josss
salam kenal juga kak 🙂
Iya, foto-foto di hutan pinus asik juga tuh kalo pagi, berkabut dingin 😀
ahahaha yoih mas. tapi pas ke sana kemaren nggak ada kabutnya.
malemnya harus hujan ya kalo mau ada kabut?
Oh tenyata udah sampai pinus juga ya 😀 iya kalo hari-hari ini nih malem kadang hujan & paginya berkabut 😀
sudaaaahh. sudah seriiing hahahahaa
Aaaaa ternyata kamu lebih expert dari diriku *akumalu 🙁
nggak gituuu
gilee keren banget ini sunrisenya.. Nyesel ga sempat kesana pas kemarin ke Jogja 🙁
btw, salam kenal ya 🙂
salam kenal juga kakaak 😉
Pengen….aku ngak di ajak.
Kapn ngajak nich….
ayok bu. berangkat dari bojonegoro aja apa? wkwkwk